Sabtu, 24 Oktober 2015

Naik Commuterline Jakarta : Apakah Nyaman dan Aman ? (Bagian 2 dari 2 tulisan)

Tulisan ini melanjutkan postingan sebelumnya terkait petunjuk teknis bagaimana naik Commuter Line.

Saya mulai dari Keuntungannya, very obvious :

1. Anti macet, tidak capek nyetir
2. Tidak meng kontribusi macet (apakah anda termasuk orang yang naik mobil sendirian, apalagi naik mobil berukuran besar..saya kadang masuk kategori ini)
3. Go green, tidak polusi, satu kereta bisa angkut ratusan penumpang.
4. Ekonomis

Apakah Nyaman ?

Saya gambarkan situasinya agar anda dapat simpulkan sendiri nyaman atau tidak. Semua kereta pakai AC. Beberapa gerbong ada yang pakai fan juga, disamping AC. Ada petugas yang bolak balik ngepel (tentu saja saat memungkinkan, saat tidak terlalu penuh).

Jalur dan jam tertentu okupansi gerbongnya (sangat) padat. Anda harus berebut masuk, lalu berdiri pasrah, tanpa pakai tenaga pun bisa tetap berdiri, karena ditopang kanan kiri depan belakang, nyaris 360derajat, oleh manusia lain… Ini terjadi di jam berangkat kantor arah ke Jakarta, misal dari Bekasi, Bogor, Serpong. Sayang saya tidak punya gambar foto kondisi dahsyat ini. Berita baiknya : pada jam tersebut jalur sebaliknya nyaman.

Saat sore jam pulang kantor kondisi sebaliknya.

di dalam gerbong. Tingkat kepenuhan : sedang

Karena public transport, anda tidak dapat mendikte orang yang naik harus bagaimana. Ada yang rapi dan wangi, atau rapi tapi tidak wangi, bisa juga tidak rapi dan tidak wangi. Siapa sebelah anda tergantung inisiatif dan nasib anda yang konon katanya, tergantung amal ibadah, he..he. Selama ini nasib saya baik baik saja tuh. Maksud inisiatif, anda boleh pindah, geser, jika disamping ada dirasa mengganggu.

Kondisi Kosong, biasanya di jalur melawan arah (misal nya jam pagi dari arah Jakarta ke Bekasi. Atau jam tanggung di hari kerja

Pernah di kereta, saat pulang, kondisi penuh tingkat sedang, terdengar suara air menyembur. Tidak kelihatan dari tempat saya. Begitu sampai di Kranji, saya turun, baru ketahuan ceritanya. Ada lelaki jongkok, membersihkan bekas cairan putih seperti jus sirsak, yang tersebar, pakai tissue. Lehernya di pijat2 oleh satpam kereta. Bau minyak angin bercampur asam lambung+uraian karbohidrat+protein+lemak+enzym lain. Rupanya tadi dia menyemprot persis kearah pintu. Tidak tahu apa ada yang terciprat tadi. Jangan takut, kejadian ini 1 antara 1000 mungkin.

Toilet di dalam gerbong ? Karena didisain jarak dekat, maka tidak ada. Ini umum kok. Di luar negeri juga sama.

Hal lain, anda harus siapkan strategi bagaimana cara mencapai dan meninggalkan stasiun.

Aman ?

Relatif aman. Tapi harus tetap hati-hati. Saya selalu taruh dompet di saku depan, dan sering di cek. Demikian juga hp. Yang penting be alert.

Durasi Perjalanan?

Dengan kecepatan sekitar 70-100km per jam, tanpa lampu merah, dan tanpa macet maka durasi perjalanan antar stasiun dapat anda bayangkan sendiri. Masalah timbul jika kereta berhenti karena antri sebelum masik stasiun transit, atau menunggu kereta cepat lewat duluan. Durasi perjalanan bertambah jika rute anda harus berganti kereta di stasiun transit.

di stasiun transit : berbondong-bondong

Untuk gambaran ; Palmerah ke Jurangmangu Bintaro sekitar 20 menit jarak 12km (melewati 2 stasiun). Bekasi Ke Kota (tanpa pindah kereta) sekitar 1 jam, melewati 15 stasiun. Bintaro ke Bekasi (pindah kereta 2kali) sekitar 1.5 - 2jam.

Rute Saya, Sekedar Sharing

Rute saya dari Bekasi ke Bintaro turun di Sta Jurang Mangu. Saya tidak naik kereta dari Bekasi, karena menurut saya kurang nyaman, melainkan naik mobil bareng istri, anak sulung + supir ikut mengantar sekolah di daerah kemanggisan. Saya didrop out di Sta Palmerah. Dari Palmerah naik kereta arah selatan, turun Jurangmangu. Ini jalur nyaman di pagi hari, karena melawan arah. Sesampai Stasiun lalu naik angkot, atau angkutan Bintaro Intrans sampai kantor.

Stasiun Palmerah. Kereta tiba, siap-siap naik

Turun di Stasiun Jurang Mangu

Pulangnya, pakai kereta Bintaro-Bekasi. Bintaro sampai Tanah Abang, relatif nyaman karena melawan arus. Tetapi dari Tanah Abang ke Manggarai lalu ke Bekasi, ini jalur padat sekali. Tapi karena pulang kantor ya, santai saja, tidak buru-buru. Rata-rata harus berdiri dari Tanah Abang, sampai Bekasi. Tetapi Its ok, setelah duduk seharian di kantor, berdiri beberapa jam di kereta is not a big deal. Saya turun di Sta Kranji.

Dari Kranji ke rumah kombinasi naik angkot (atau ojek) + jalan kaki 20 menit, sekitar 1.8km. Sehat, tapi keringatan. Anggap saja cardio. Saya teringat kesaksian orang Jepang yang berumur 100th lebih, dia bilang kita harus jalan kaki tiap hari 5000an langkah katanya.

Biasanya kalau sudah rencana naik kereta, saya bawa baju ganti berupa baju hangat, yang pakai kerudung, karena dingin. Pakai sepatu kets (sepatu kerja ditinggal di mobil, di kantor). Baju kerja masuk ke ransel. Laptop ditinggal di kantor. Toh, email masih bisa diakses lewat mobile.

Polanya hari Senin saya bawa mobil lalu ditinggal. Jumat dibawa balik lagi. Hari lain, jika ada jadwal meeting pagi hari (yang ter-plan), atau akan meeting diluar, maka bawa mobil / tidak maka naik kereta.

Bagi saya, berada di kerumunan ordinary people di kereta, melihat dan mengamati tingkah polah manusia tua muda, anak sekolah, suami istri, remaja pacaran, orang buta, orang bersahaja, adalah seperti membaca buku cerita.

Jika bosan saya juga bisa sambil sembari cek and respon kerjaan kantor via email, atau sambil cek medsos lain.

Bagaimana dengan Gengsi ?

Tentu saja naik public transport tidak se-prestisius naik mobil, apalagi mobil mewah. Tetapi tidak ada salahnya bagi anda untuk mencoba naik commuter line, paling tidak saat weekend. Ada saat kita harus letakkan gengsi ke urutan ke 27.

Anyway, sebetulnya nilai hakiki manusia kan tergantung apa kontribusi dia terhadap sesama, lingkungan, dan dunia. Bukan dari dia naik apa. Dengan naik kereta, instead of naik mobil pribadi, anda sudah menyangi bumi (dan dompet :)). Why don’t you try ? Tidak harus tiap hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar