Minggu, 31 Desember 2023

Pengalaman Naik LRT Jakarta

 

Nyaman dan Memuaskan  , 

Di hari terakhir tahun 2023, saya sempatkan naik LRT dari Bekasi (stasiun Cikunir 1) ke Stasiun Kuningan - Jakarta, karena kebetulan saya ada rencana ingin ke Mal Ambasador di Jalan Casablanca. Bisa jadi ini rencana yang sengaja di ada-adakan, sebagai alasan mencoba LRT !

 Demi untuk menjelaskan disini, saya googling untuk mencari tahu singkata LRT itu apa.  Ada beberapa versi, Light Rapid Transit, Light Rail Transit, dan saya baru tahu ada Bahasa Indonesianya juga yaitu Lintas Rel Terpadu. Tapi “what’s in a name”. Sama seperti anda, saya tidak terlalu memusingkan mengenai apa definisi LRT. Kalau nenek saya masih ada, pasti beliau menamainya Sepur. Dan saya setuju dengan konsep nenek, to simplify things.

Saya lampirkan beberapa foto dan video singkat disini, yang saya ambil ala kadarnya menggunakan HP. Supaya lebih jelas.

 

Akses ke Stasiun

Kebanyakan stasiun tidak memiliki area parkir mobil ataupun motor. Jadi silakan naik ojek online atau diantar keluarga di drop di dekatnya.

 

Bayar Pakai Apa ?

Saya pakai kartu Flash BCA. Artinya pakai E-Money Mandiri juga bisa. Saya baru tahu dari Googling, kartu-kartu seperti ini ada namanya, yaitu KUE / Kartu Uang Elektronik . My goodness, saya dari generasi X merasa ketinggalan terkait nama-nama beginian. Generasi X biasanya hanya pakai, tidak peduli nama.

Pembayaran metode ini praktis sekali, tinggal di tempelkan di sensor di mesin ber palang, lalu palangnya bisa dibuka. Kemudian di stasiun tujuan, sebelum keluar harus di tempel lagi di mesin berpalang serupa.

Apakah bisa menggunakan semacam karcis yang beli langsung di stasiun ? Bisa. Karena saya melihat ada loket juga disana, mereka menamainya Single Journey Trip (SJT).  

Tapi dimasa sekarang, rasanya kebanyakan orang punya KUE, karenanya saya lihat loketnya sepi.  

Berapa tarifnya ? bervariasi tergantung dari mana ke mana.

 

Stasiunnya bagaimana ?

Bersih, Rapi, modern, berpendingin udara. Silakan lihat beberapa foto yang ada. Petugasnya anak-anak muda dengan pakaian rapi. Rata-rata membawa HT ditaruh dipundak. Di stasiun yang saya singgahi, toilet nya ada.

Semoga kondisnya tetap begini kedepannya. Mari kita lihat bersama, time will tell. Bukan apa-apa. Kelemahan bangsa ini, adalah dalam mempertahankan hal yang sudah diadakan dengan baik. Kelemahan yang hanya bisa diatasi bersama-sama. Termasuk saya dan anda.

Stasiun Kuningan

Stasiun Cikunir1



 

Bagaimana kondisi dalam gerbong ?

Bersih, berpendingin.

Dalam satu gerbong, di masing-masing sisi ada 4 bangku yang dapat memuat ~4 penumpang, jadi totalnya ada 8 bangku, atau 32 orang (yang beruntung) bisa duduk.  Lalu sama seperti Commuter, ada pegangan tangan yang bergelantungan, setinggi ~170cm. Ada sekitar 80 gantungan pegangan. Ditambah pegangan besi stainless steel vertical disamping masing-masing pintu. Berdasarkan ini, perkiraan saya satu gerbong bisa diisi sekitar 130 penumpang.

Lalu ada 6 pintu geser otomatis, dengan lebar sekitar 120cm, tiga buah dimasing-masing sisi.

Tinggi pintu sekitar 170cm. Bagi anda yang tingginya diatas rata-rata orang Indonesia, hati-hati harus membungkuk saat melewati pintu, agar tidak ke-jedot.

Saat saya berangkat, sekitar pukul 10.30am ke arah Jakarta, kondisi gerbong lumayan penuh dalam arti saya tidak mendapat tempat duduk. Namun masih kategori nyaman, tidak terlampau berdesakan. Dari stasiun Cikunir1 sampai Stasiun Kuningan ditempuh hanya 30 menit saja. Sudah termasuk berhenti di (sekitar) 6 stasiun ! Saat pulang, dari stasiun Kuningan pukul 3.22pm, saya bisa duduk. Sama seperti saat berangkat, durasi perjalanan sangat presisi, 30menit. Sehingga saya bisa menelpon anak saya untuk melakukan penjemputan di waktu yang sempurna tepatnya.



                                                          Kondisi di dalam Gerbong


Stasiunnya Pemberhentian / Rute nya apa saja ?

Silakan lihat di gambar / foto. Untuk saat ini ada 2 jalur LRT, yang sama-sama bermuara di Stasiun Dukuh Atas. Yang satu  kearah Bekasi dengan stasiun akhir Jati Mulya. Yang lain kearah selatan (Cibubur?) dengan stasiun akhir Harjamukti. Kedua jurusan ini berpisah (atau bertemu) di stasiun Cawang.

Jika anda dari arah Jakarta, hati-hati jangan salah kereta. Ini nasihat bijak yang juga diberikan petugas, seorang wanita muda di stasiun Kuningan kepada saya, saat saya menanyakan mana peron untuk jurusan Bekasi.

Daftar Stasiun / Rute - Ada Dua Rute

Kesimpulan

Ini mode angkutan umum yang lebih berkelas dibandingkan buskota, Kopaja, Metromini. Cukup nyaman kecuali tentu saja sesampai di stasiun, anda harus jalan kaki naik tangga (atau ekskalator) dan mencari lagi moda transportasi berikutnya untuk sampai ke tujuan. Dalam hal ini opsinya : jalan kaki, ojol, taksi, atau bus TJ. Atau call a friend 😊.

 Tetapi, ini juga hal yang sama di semua negara.

Secara keseluruhan, saya pribadi menilai ini adalah lompatan pelayanan yang cukup significant dari pemerintah di sector transportasi publik.  Setelah sebelumnya juga sudah diluncurkan MRT yang konon sangat nyaman (saya belum nyobain sih). Apresiasi layak diberikan ke semua pihak yang sudah mewujudkan hal ini.

Sebagai catatan disclaimer : saya tidak tahu di rush hour kondisinya bagaimana. Mungkin lebih berjubel dan kenyamanan berkurang. Namun sekali lagi, hal itu wajar dan terjadi juga di negara-negara lain.

  


                         Situasi di dalam Stasiun Cikunir1 - Berisik karena di samping tol Cikampek.

Sabtu, 16 Desember 2023

Lari di bawah Hujan

 

Catatan tanggal 10 Dec 2023

 



Begini hasil bacaan di jam pintarku : total distance  13.22km, avg pace 7:36/km, best pace 6:21/km, Run time 1:39:48, Avg Heart Rate 147bpm, Max Heart Rate 158bpm, total calories 940, Estimated Sweat Loss 602ml.

Jika dibandingkan rekan-rekan tukang lari di sebuah WAgroup Hobi yang ku ikuti, angka diatas masuk kategori biasa-biasa saja.  Tiap akhir pekan kalau waktu senggangnya memungkinkan saya memang lari lebih lama, artinya belasan km, seperti kemarin hari Minggu itu. Aku mulai lari, pukul 4:16pm setelah seluruh aktivitas ini dan itu selesai. Giliran menikmati “me time”.

Kali ini yang agak berbeda adalah, ketika mulai km 10.5-an hujan turun seperti runtuh dari langit – dan terus turun sampai selesai lari 13.22km.  Sebetulnya ini bukan kali pertama lari hujan-hujanan sih, sebelumnya pernah juga beberapa kali. Ini kali kusempatkan nulis , supaya ter-record, untuk dibaca kelak dikemudian hari.

Aku tidak takut masuk angin karena kehujanan.  Bagi ku itu mitos. Mungkin karena larinya sore, jadi setelah hujan tidak terpapar matahari panas. Perubahan suhu secara ekstrim-lah yang mengakibatkan masuk angin. Itu menurutku. Atau mungkin karena waktu masih kecil dulu sering hujan-hujanan, jadi sudah terbiasa. Kala itu anak-anak tidak punya banyak pilihan mainan kayak jaman sekarang. Hujan-hujanan adalah salah satunya, selain mandi di kali.

Justru yang ku takutkan adalah kalo kesamber geledek.

Kemarin sebelum turun hujan, langit sudah gludak gluduk, dan kilat berkelebatan di atas awan.

“Bagaimana kalau kesambar petir?” kata suara dikepalaku

“Belum ada statistic orang lagi lari mati kesambar petir” jawab yang lain

“Lagipula petir hanya ada sebelum hujan, seperti pepatah kakehan gluduk kurang udan”

“Artinya jika hujan beneran turun, petir nya tidak ada”  kataku sambil melirik km di jam pintarku. Masih menunjukkan 10.5km. Setoran belum tuntas. Target hari ini harus diatas minggu lalu yang 12km. Mosok gara-gara hujan harus berhenti. Kan sayang.

Untungnya memang benar, tidak ada petir lagi selama menyelesaikan 3.5km itu.  

Maka selanjutnya kunikmati jatuhnya ratusan tetes air hujan di kulit kepala, dan kulit wajah. Ini adalah semacam merasakan surga mungkin.

Hanya saja, belajar dari pengalaman sebelumnya, semua pergerakan harus dikontrol secara waspada, karena rawan iritasi di kulit. Air hujan itu menghilangkan lapisan lemak di kulit yang merupakan “cushion” mencegah iritasi karena gesekan. Terutama di daerah lipatan seperti ruas jari kaki, selangkangan tempat sisi terluar celana dalam bergesekan dengan pangkal paha, dan bahkan puting. Bagian ini kalau iritasi,  perih waktu mandi.  Pengalaman sebelumnya saat hujan-hujanan, adalah iritasi di ruas jari kaki yang bergesekan dengan kaos kaki yang basah.

Pengalaman kali kemarin, ada daerah baru yang iritasi yaitu bagian bawah sisi belakang lengan kanan yang dekat punggung. Rupanya akibat bergesekan dengan jahitan dikaos, sambungan antara lengan dengan badan. Mungkin karena jenis kaosnya, bagian situ jahitannya kurang halus.

Perih sekali saat mandi. Saat bercermin, bagian itu tampak berwarna merah. Kulitnya seperti diamplas.

Efek gesekan ini jangan diremehkan, sebab jumlah repetisi gesekan-nya  banyak. Semakin jauh lari, semakin banyak repetisinya. Jika satu langkah lari (artinya juga satu ayunan tangan – artinya juga satu gesekan disemua bagian lipatan) jaraknya 0.75meter, maka dalam 13,200meter terjadi 17.600 kali gesekan ! Mungkin ini alasan pelari jarak jauh biasanya bajunya minim jahitan (dan minim luasan kain nya).

Anyway, dalam sehari dua bisanya sembuh sendiri. Bagian yang mengelupas itu akan tertutup lapisan kasar yang samar kecoklatan, lalu sembuh.

Aku berhenti lari di km 13.22. Kenapa tidak bulat 13km ? Memang sengaja, karena konon 13 adalah angka sial. Kenapa tidak 14km ? karena takut kemalaman, udara malam tidak baik buat paru-paru, banyak mengandung uap air. Juga karena Nenek dulu bilang jam tujuh-an petang itu waktunya hantu-hantu mulai keluar. Malas banget basa-basi dengan mereka.  Lagipula sudah capek.

Juga karena selesai lari, masih harus dilanjut cooling down. Kemarin dengan jalan kaki, dapat 1.8km. Hujan sudah reda saat itu. Tinggal anginnya yang dingin.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Rabu, 02 Agustus 2023

Terbuat dari Apakah Perasaan Itu ?

(Mengantar Anak Kuliah)

(repost FB - 2 Aug 2023)

Terbuat dari daging dan darah ! Karena perasaan bersemayam di hati, dan hati terbuat dari daging dan darah. Maka ia lembek dan cair. Tidak keras dan kaku seperti baja. Tidak pula seliat plastik yang dapat ditekuk kesana sini tanpa patah. Dia juga lemah dan gampang pecah.


Meskipun katanya pikiran dapat mengendalikan perasaan. Namun ada ketika dimana perasaan mengalahkan pikiran.

Maka hari itu perasaan saya sedih, ketika kami antar dia, beramaian bersama mamanya, kokonya si anak dari bintang, opa nya, dan mas sopir – ke kos an, atau lebih tepatnya apartement, di kota berjarak 770km di timur kota tempat kami tinggal.

Meskipun kami sudah bersama-sama 5 malam 6 hari dalam perjalanan itu.

Meskipun seminggu sebelumnya, kami berdua, ya hanya saya dan dia, sudah ke kota ini lebih dahulu untuk mengantar barang-barangnya yang berkardus-kardus : baju, sepatu, pernak, pernik, dll, dll, , sekaligus bertemu pemilik kamar itu didepan notaris untuk membuat perjanjian sewa. Tiga malam empat hari saya dan dia disini, menghabiskan waktu.

Meskipun satu setengah bulan sebelumnya dia dan mamanya juga ke kota itu, untuk sekedar mencari lokasi kosan mana yang paling cocok buatnya. Dua malam tiga hari.

Meskipun saat SMA, sengaja dia kami kos kan dekat sekolahnya. Namun karena jaraknya hanya sekitar 25km saja dari rumah sehingga setiap saat kita bisa kunjungi, dan setiap minggu pulang ke rumah.

“Kita harus biasakan, toh kelak dia harus kuliah, kerja dll” kataku waktu itu, sewaktu diserbu pertanyaan banyak orang, kenapa juga ngekos.

Meskipun Kahlil Gibran, dengan benar memberi nasehat :

“Anakmu bukanlah milikmu.

Dia sekedar lahir melaluimu tetapi bukan darimu, dan meskipun dia tinggal bersamamu dia bukan milikmu....

Kau adalah busur, dan anakmulah panah yang meluncur !”

Tetap saja hari itu, saya, (atau tepatnya kami) sejenak merasakan seperti ada lubang dihati.

“Awas, nanti jangan mewek” kata temenku yang sudah pengalaman, ketika kuceritakan sebelumnya rencana ini.

Satu persatu kami memeluknya, dengan hati yang seperti tertusuk-tusuk sehingga airnya sampai ke mata.
Tapi pikiranku mati-matian memerintahkan ku untuk mengeraskan hati.

Goodluck anak panah masa depan ku. Jadilah manusia berguna, seperti garam dan pelita.


Mengexplore Malam

Akan di Sini Beberapa Tahun kedepan

Rest Area

Meet and Greet

Di Sebuah Kota Persinggahan Pertama










Jumat, 16 Desember 2022

Kisah Kasih (di SMA)

Jadi, sekolahan si Adek (sebut saja begitu) , mau mengadakan retret di daerah Bogor sana. Nah salah satu tugas yang diberikan pihak sekolah pada orang tuanya nya adalah, disuruh membuat surat, yang isinya :  betapa bahagianya Papa Mama punya anak Adek, Harapan2 untuk dia, Momentum yang membuat sesal sekaligus permintaan maaf, dll - nah seperti biasa, tidak di kantor, tidak dirumah - saya lah yang harus menyelesaikan PR tersebut,  berikut petikannya, (beberapa nama panggilan saya rubah jadi lebih generik). Btw, ini late post dari end Dec 2022 lalu. 

start:

Dear "Adek", anak kesayangan Papa dan Mama,

 Adalah merupakan berkah paling membahagiakan dan berharga, ketika Tuhan menitipkan "Adek" sebagai anak Papa Mama. Semua perjalanan kamu bersama kami adalah kisah gembira, dari mulai mama mengandung kamu, lalu kamu lahir di RS Bunda Menteng Jakarta, dan bertumbuh berkembang : belajar jalan, belajar bicara (waktu itu medok Bahasa Jawa dan fasih Bahasa Inggris “Pa, apa itu Bahasa Indonesianya Butterfly?”).  Ketika kita selalu kompak ber-empat, dan kadang ber-enam dengan Opa Oma ke gereja setiap minggu. Kamu gandeng koko Inno. Dan Koko Inno, juga selalu nyari kamu kalau pulang Gereja (dan gak mau balik sebelum ada kamu😊 )

 Do you know how happy  and beautiful it was, ketika kamu kecil kamu begitu dekat dengan Papa.  Pagi-pagi Papa berangkat kerja, saat itu papa masih rajin, berangkat jam 5 pagi, kamu sama Mama antar di depan pintu dan dadah. Lalu kamu suka telpon Papa buat nyeritain hal-hal remeh temeh, hehe.

 Begitu juga, betapa bangga dan senangnya Mama mu ketika kamu TK, lalu SD sangat aktif di sekolah, juga sangat PD, nyanyi di panggung berkali kali (dalam hal ini Papa dan Mama mu kalah jauh). Mama selalu foto kamu, dan di post di semua media yang ada dengan bangga.

 Kamu juga pasti ingat liburan berkali-kali, dimasa lalu, ke Puncak (biasanya saat puasa hari pertama), atau nginap ke Bandung saat akhir tahun. Dan juga perjalanan ke Jogja dan Jawa Timur. What a beautiful blessing.

 Belum lagi, momentum kamu dan Papa travelling ke Singapore (2x atau 3x ya..?), Hongkong, dan China (next nya mana lagi nih Dek … ) Buat Papa itu sangat menyenangkan, mengukir kenangan, sekaligus berusaha mengenal kamu lebih dalam, sekaligus juga Papa ingin mengajari kamu banyak hal. Ini lebih menyenangkan dari perjalanan Papa ke banyak negara sebelumnya dalam rangka kerjaan.  

 Bagi Papa dan Mama, ini adalah surga.

 Kamu, dan Koko Inno, adalah “Center of Gravity”, dan pusat segala motivasi, yang memberi energy buat Papa Mama tetap bersemangat sehari-hari. Segala kesulitan, rasa Lelah, stress Papa di kantor is nothing, demi kalian. Juga pengorbanan tenaga, waktu, ketelatenan, dari Mama setiap hari kesana kemari mendampingi, menemani dan telaten merawat kita semua, itu tidak berasa, karena rasa sayang itu.

 Rasa sayang yang besarnya tidak bisa dilukiskan dengan kata kata. Karena tidak ada kosakata yang tepat untuk mendeskripsikannya. Lebih besar dari sekedar “I love you 3000x” nya Iron Man !

 Tidak berasa kamu sudah kelas 3 SMA. Sudah bukan kategori anak lagi. Sudah punya KTP, SIM. Dan tentu saja, sudah harus memikirkan dan menyiapkan lebih serius masa depan kamu.

 Kalau kamu ingat, saat kamu kecil, Papa tidak pernah intervensi dan ngatur kamu terlalu jauh, karena anyway masa kecil adalah masa bermain.  Paling Papa berusaha kasih contoh saja, terkait nilai-nilai yang Papa anut. Saat itu Papa senang melihat kamu adalah anak yang semangat, ceria, kreatif,…

 Namun ketika kamu mulai SD kelas 5-6 dan SMP, Papa sering sekali berusaha menanamkan kedisiplinan, nilai kerja keras, menghargai uang, menghargai waktu, menjaga kerapihan, menjaga kesehatan : olah raga, makan makanan sehat (bukan makanan enak 😊), tidur yang cukup dan selalu “well prepared” .  Kenapa, karena Papa sayang sama kamu dan ingin kedepannya kamu baik-baik saja.  Papa, karena sudah lebih lama di dunia, maka banyak pengalaman tentang yang baik dan buruk, tentang kesedihan dan bagaimana menghindarinya, tentang kegagalan, tentang sakit, dan Papa ingin ajarkan ke kamu hal itu.

 Papa, terkadang dengan sadar, karena ingin menanamkan nilai-nilai itu, menjadi sangat keras ke kamu. Saat itu Papa berpikir, tidak apa kamu membenci Papa sesaat, demi nilai-nilai itu. Kamu pernah nangis karena Papa marahin (misal karena kamar berantakan, karena tidur larut malam, karena janji yang kamu tidak tepati, dll dll). Sebetulnya kalau ada pilihan yang lebih baik, Papa tidak mau bikin kamu nangis. Karena setelah Papa marahin kamu, Papa selalu merasa sedih, menyesal, dan tidak bisa tidur (tanya sama mama itu). Untuk itu Papa minta maaf ya Dek 😊.

 Kamu akan lihat, seiring kamu dewasa, Papa akan semakin mengurangi, mengontrol kamu secara berlebihan. Saat ini, sampai kamu kuliah, Papa akan tetap mengawasi dan terlibat dalam hidup kamu.  Setelah itu perlahan, you will be yourself. You will live your life. You will create your own story. Namun kami akan selalu tetap care and concern to you.

 Mama mungkin tidak sekeras Papa ke kamu..karena Mama cewe, dan mungkin saat kecil pun tidak mengalami situasi seperti Papa, dimana serba terbatas.  Papa bilang ke Mama bahwa kamu, sebagai anak cowo, harus dididik keras dan disiplin. Karena kelak, anak cowo harus melakukan banyak hal, harus bertanggung jawab, dan menjadi orang yang berguna (dan selalu bahagia).

 O iya, let me explain more detail about menjadi orang bahagia dan berguna.

Bahagia / Gembira. Seperti arti namamu, Pradhita, adalah pengembara yang riang gembira. Selalu gembira tidak berarti selalu ketawa ya (itu orang gila😊 ).  Selalu gembira berarti : selalu bersemangat, selalu positif, selalu punya harapan, selalu antusias, punya energy. Uang bukan jaminan kemu bahagia, begitu kata banyak orang. Ada benarnya, tapi tidak sepenuhnya benar.  Memang rasa bahagia itu adanya di hati kita, dan kita bisa memilih untuk menjadi bahagia. Dalam situasi apapun, Dimanapun.

 Namun, trust me, uang tetap menjadi faktor yang sangat penting, untuk mendukung bahagia itu. Iya kan ? beli mobil, sekedar jalan2 ke Mall, jalan2 ke tempat2 wisata, ke luar negeri, baju yang nyaman, rumah yang baik, beli kebutuhan pokok, makan yang baik, beli kamera, beli sepeda, berobat ketika sakit, bayar sekolah, iuran RT, bayar sopir, bayar tol, bayar bensin, beli drum, mbantuin orang lain, nyumbang gereja…dll, kamu sebut saja apapun, semua perlu uang.  Yang lebih penting dari uang adalah  Kesehatan.  Orang yang sakit akan merasakan betapa Kesehatan itu mahapenting.  Maka kebijaksanaa, Kesehatan, dan uang penting untuk bahagia.

 Menjadi berguna.  Ini lebih dalam lagi. Ini terkait pertanyaan kenapa kita hidup. Berguna bagi sesama dan lingkungan. Berguna dalam level yang paling sederhana adalah tidak menyusahkan orang lain / mandiri. Lalu level berikutnya, mampu membantu orang sekitar kita. Bantuan yang paling sederhana sekalipun, itu berguna.  Contohnya : membantu membuka jendela kamar tidur, membantu mencuci mobil yang kotor, membantu mama ambilin baju koko Inno, membantu membersihkan kamar mandi yang kotor, membantu merapikan tempat tidur, membantu sesama agar tetap optimis (sekedar tertawa /ceria di lingkungan juga berguna)., membantu aktivitas kecil apapun.   Next level menjadi berguna, adalah menjadi saluran berkat bagi orang lain yang lebih luas, anak buah, saudara, sopir, pembantu, tetangga, dll dll.

 Itu harapan Papa dan Mama buat mu.  Juga harapan (yg tidak terucap) dari koko Inno 😊

 O iya hal lain, it is important to live the real life, jangan terjabak sama HP, sosmed, - mereka ini fake/ unreal. Real life adalah : membetulkan lampu rusak, pompa rusak, merawat genset, melakukan refil sabun yang kosong, mengganti shampoo yang kosong, mengganti pasta gigi yang habis, menemani orang yang sakit / mengobati, mengurusi toko, bertemu orang, menanam buah,…

Ok Papa dan Mama sudahi suratnya. Ini sudah sepanjang Cerpen. Jangan sampai jadi Novel.

Goodluck son! Be happy, Be Creative, Be Yourself. God bless you,

 

Papa dan Mama

End Dec 2022

end. 



Sabtu, 27 Maret 2021

Perpisahan Cinta Sepeda

kenangan kota tua 

Tanggal 4 Maret 1988, bulan bersinar terang sekali, langit tanpa awan. Angin dingin bulan Maret menyapu wajahnya. Wajah yang seterang bulan diatas, dengan mata tajam dibawah alis hitam yang lebat. Rambutnya berkibar mengikuti angin. Malam itu, ditengah acara budaya merayakan musim panen, kami menjauh menyendiri menikmati nyanyian malam. Orang bilang, keindahan nyanyian malam hanya dapat dinikmati dalam sunyi. Dan itu benar. 

“Kok diam saja, cepetan bicara, nanti keburu waktu habis waktu kita. “ katamu sambil tersenyum. Senyum yang selalu menawan hatiku. Dan tinggal lama di sana.

 Aku menjawab dengan senyuman balik, berharap senyumku pun bisa terpatri dihatinya. Kak Fajar,  ada ribuan hal yang ingin aku obrol kan. Tetapi menikmati malam berdua seperti ini, hatiku kelewat bahagia, dan tidak ada kata-kata yang bisa mewakili perasaan itu.

 “Kau tahu kan, waktu selalu cepat berlalu, ketika kita bersama. Ucapkan sesuatu lewat bibir pualam mu.” katamu menggoda. Dia selalu memuji bibirku sebagai pualam. Aku tidak pernah melihat pualam, tapi aku tahu itu adalah sesuatu yang indah. Tentu saja aku senang mendengar nya.

 Matamu menatap tajam. Tatapan yang bersama senyuman itu, menjajah pikiranku sebelum tidur. Dan datang lagi dipagi harinya, membangunkan tidur ku.

 “Aku tidak tahu mau ngomong apa, Kak.”

“Ya sudah, Han. Kumpulkan cerita nya buat besok. Kita nikmati saja angin malam dan suara daun sepuasnya”  

 Lalu, kau menggapai telapak tanganku dan kita saling menggenggam tangan, bersandar di pagar pembatas rel kereta api. Didepan kita, rumpun pohon bambu menatap iri. Aku merasa seperti berada di surga.  Kereta api lewat. Artinya sudah lebih dari pukul delapan malam. Saatnya kembali ke keramaian. Mama dan Papa pasti sudah menunggu.

 ***

 Kak Fajar adalah murid pintar di sekolah. Dia langganan juara kelas. Saat ini dia kelas 3 SMP, sedangkan aku kelas 1. Kami menjalani kisah cinta yang kepagian, cinta anak SMP. Cinta monyet barangkali, bodo amat, apa pun namanya. Aku hanya mengikuti irama hati. Suara hati adalah suara Tuhan. Begitu kata Guru Agama ku dulu.

 Semua berawal ketika di masa orientasi SMP.  Kak Fajar, sebagai ketua OSIS, sibuk sebagai panitia di berbagai acara penyambutan Karenanya dia cukup populer di kalangan anak-anak baru kelas1, termasuk aku.

 Aku tinggal sekitar 10km dari sekolah ini. Pulang pergi naik angkot.  Jaman itu di daerah kami, kebanyakan anak sekolah ya naik sepeda genjot, atau angkot.  Segelintir anak naik sepeda motor.

 Siang itu sepulang sekolah seperti biasa aku dan Tami naik angkot. Tami adalah teman sebangku ku, dan rumah kami berdekatan.

 “Halo Hani. ” aku terkejut, ternyata Kak Fajar naik angkot yang sama. Dan dia tahu nama ku.

“Halo juga Kak” ujar ku.

“Lho Kakak juga naik angkot  jurusan yang sama ya. Berarti rumah kita deketan dong”  Tami menimpali dengan semangat.

 “Iya lah, masa Kak Fajar naik angkot cuman buat nganter kita.” kata ku, dan kita tertawa bersama.

 Selanjutnya kita beberapa kali pulang satu angkot. Saling bertukar pandang.

 “Kak, nanti siang main dong. Aku tunggu di rumah Hani ya, jam 2” Tami teman sebangku ku ini pro-aktif banget anaknya.  Aku dan Tami memang ingin mengajak Kak Fajar main bareng ke rumah. Sepertinya anaknya asik, cool. Lagian kan bisa belajar bareng juga.

 Itu awal Kak Fajar main ke rumah ku.  Kami selalu ketemuan bersama di ruang tamu rumahku.   Dari jam 2 sampai jam 4 atau 5 sore. Sampai Mama ku kembali dari toko.

 “Waduh Mama mu pulang Han, aku takut nih “  kata mu saat itu.

“Gak pa pa kok.”

“Aku harus panggil dia apa nih”

“Panggil aja Mama.” Kataku iseng sambil tertawa melihat Kak Fajar canggung begitu.

“Cieeee..” Tami menggoda. 

 Aku baru sadar salah bicara.

 “Selamat sore, Tante.”

Ternyata kamu cukup sigap mengatasi rasa canggung itu. Dan untung tidak mengikuti candaan ku.  Mama ku hanya tersenyum dan mengangguk, dan berjalan ke dapur.

 “Ujian pertama lewat” katanya setelah itu dengan lega.

“Tenang saja kak, Mama ku baik kok. Nanti juga biasa.”

 Sampai suatu saat, sebelum pulang, tanpa sepengetahuan Tami, Kak Fajar menitipkan surat.

 “Baca nya nanti ya” katanya, sambil tersenyum.  

 Perasaan ku tidak jelas, penasaran. Tetapi terbesit rasa hangat di hati ini.   

 Sore itu, setelah makan malam,  kubuka surat itu di dalam kamar. Suratnya dilipat dengan rapi. Bentuk lipatannya persegi panjang, dengan ujung kertas dijepitkan di ujung yang satu. Terkunci, tanpa dilem. Darimana Kak Fajar belajar melipat seperti ini, bagus sekali. Kertas nya harum pula.

 Kulihat tulisan tangannya dengan tinta warna biru. Aku tahu dia menulis dengan hati. Tidak ada salah tulis, tidak ada hapusan tip ex.

 “Dear Hani,

Sejak melihat mu di pekan orientasi saat itu, Kakak dihinggapi perasaan aneh. Ditambah lagi sering ketemu kamu, di angkot, dan dirumahmu.  Sepertinya jiwa Kakak terperangkap di kedalaman matamu. Senyum bibir pualam mu menyandera pikiran Kakak. Ketika tidak dengan mu, gelombang rindu membara di dada.

 Kakak suka sama kamu.

 Kak Fajar”

 Aku merasakan malam itu seluruh alam raya bergembira, menyanyi bersamaku. Aku tidak sabar menunggu hari esok. Sebetulnya yang dituliskan Kak Fajar juga mewakili isi jiwaku.

 Selanjutknya hari-hari indah kami lalui. Hampir setiap hari, kecuali saat ujian sekolah Kak Fajar selalu datang dengan sepeda jengki warna biru nya, main ke rumah, untuk melewatkan waktu, merajut kebahagiaan. Tami merasakan ada hal yang istimewa dalam hubungan Kak Fajar dengan ku. Dia turut senang, sekaligus memberi waktu lebih banyak untuk kami.

 Waktu selalu terasa cepat ketika kami bersama. Semua kenangan itu seperti puisi paling indah yang pernah ada.

 ***

 Pukul 2 siang, aku berdiri di pintu rumahku menunggu Kak Fajar. Pintu rumah ku terdiri dari 2 bagian, atas dan bawah, Pintu bagian bawah setinggi dada, aku menyilangkan kedua tangan ku bersender diatas pintu ini, memandang ke ujung jalan di sisi kiri, menunggu mu.

 Dan kau tidak pernah ingkar janji.

  “Gimana Han, tadi bisa tidak ulangannya ?”

“Bisa dong Kak. Siapa dulu yang ngajarin “

 “Han, selesai SMP, Kakak kemungkinan akan melanjutkan SMA di kota lain. Mau cari sekolah yang lebih baik, dan supaya lebih mandiri. Menyiapkan masa depan yang lebih baik. Hanya saja setiap kali memikirkan hal itu, Kakak merasa seperti berada di lembah sunyi yang dikelilingi tebing tinggi, dikungkungi langit gelap”

 Aku terdiam. Badan ku menjadi lemas, semangatku terbang.

 “Kemana, Kak ?” suara ku nyaris tak terdengar. Aku ingin membeli rantai besar dan mengikatmu erat disampingku, selamanya.  

 “Kita masih bisa surat-suratan kan” kata mu.

 “Iya sih. Tapi kehadiran Kakak tidak bisa digantikan oleh secarik surat.”

 “Iya, sama, Han. Kamu tahu kan, setiap liburan, saat kamu harus ikut Mama Papa mu ke rumah Oma di Jakarta, itu saja sudah siksaan buat Kakak. Tidak bisa ketemu, ngobrol. Tidak tahu kabar. Apa lagi ini.”

 Aku memang selalu diajak Papa Mama bersama adik ku, liburan ke rumah Oma Opa di Jakarta ketika liburan. Tidak ada pilihan bagiku selain ikut. Karena yang lain ikut semua dan aku tidak mungkin tinggal sendirian di rumah. Sebetulnya itu juga berat buat ku.

 “Tapi ini penting untuk masa depan nanti. Aku ingin menjadi orang yang berhasil, dan berguna, Han. Aku cukup bersyukur mengalami semua keindahan bersama mu. Jalan kita masih Panjang. Kita masih diam di bumi yang sama. Kita masih bisa bertemu lagi, dan melanjutkan cerita ini.”

 Aku hanya terdiam. Mungkin yang dia katakan benar. Melanjutkan cerita ini? Aku tidak tahu. Kata Mama ku, jalan kehidupan itu rumit dan sulit diduga ujungnya. Apa yang kita rencanakan belum tentu terjadi. Apa yang terjadi, belum tentu yang kita rencanakan. Sore itu, pelangi di langit jingga tidak mampu mengembalikan semangatku.

 Tanggal 22 Juli 1988 – Aku menerima surat pertama yang kau kirimkan dari kota mu.


DI Panjaitan, dekat Prapatan Tumpuk


Lelaki Tua & Pemilik Waktu

 

in memoriam Yohanes Budiono

(Arikawa Ong Eng Gie)

 3 Feb 1943 - 12 Mar 2021

Pukul setengah tujuh pagi. Sudah hampir tiga jam lelaki tua itu duduk di bangku ruang tamu rumahnya. Sinar mentari pagi menerobos  genting kaca, melalui sarang laba laba di plafon yang sengaja dilubangi.  Seekor Love bird dalam sangkar tergantung di plafon, tidak jauh dari lubang cahaya itu. Kicauannya menjadi teman si lelaki tua. Selain angin pagi. 

 "Haiii." Begitu si lelaki tua menjawab sapaan burung. 

 Kata ini adalah satu dari sedikit kenangan yang melahirkan luka. Sehingga kini hidupnya hanya berputar antara kasur, bangku dengan cat pelitur, istrinya, dan beberapa orang aneh yang belakangan muncul. 

Semasa mudanya dia adalah lelaki penuh semangat. Setiap hari dia adalah penentram hati istri dan anak-anaknya dalam menjalani cerita kehidupan. Dia yang setia  dari pagi buta sampai petang menjaga warung kecil. Setiap hari, tanpa berhenti.  

Dikala ada anaknya yang sakit, dia selalu menyemangatinya dengan mendongeng. Cerita favoritnya adalah penggalan Kisah Mahabarata dan Ramayana. Mungkin dia berharap anak-anaknya kelak bisa meneladan kebijaksanaan tokoh-tokohnya.

"Tidak ada yang susah Nak. Jangan menyerah !"

“Kamu harus jadi anak pintar, biar tidak ditindas.”

Begitu nasehat kepada anak laki lakinya. Kepada anak perempuannya, dia begitu manyayangi dan melindungi nya sepenuh hati.

Bagi anak-anaknya, dia serupa dewa yang tiada cacat.

 Tetapi itu dulu, puluhan tahun yang lalu.

 “Ayo dikunyah cepetan. Jangan di mut terus. Mulutnya digerakan”

“Habis itu nanti minum obat nya. Itu obat dikirim Dani dan Dara kemarin. Kalau tidak dimakan nanti aku di komplen. 

 Istrinya berusaha dengan sabar melayani pria tua ini. Persediaan kesabarannya sering habis. Dia merasa kenapa di masa tuanya tidak bisa menikmati kebahagiaan, seperti cerita tetangganya. Seperti cerita di sinetron-sinetron di TV. Sementara dia harus dihukum merawat suaminya yang sakit, tanpa daya. Tentu saja dia mencintai lelaki ini. Paling tidak, dia pernah begitu mencintainya. Tetapi tetap kejenuhan kerap melanda. Kapan semua ini berakhir. Hidup terasa tidak adil baginya.

 Mereka memiliki 3 anak. Semuanya sudah berkeluarga. Dani dan Dara tinggal di kota yang jauhnya 5 jam perjalanan dengan kereta. Karena kesibukannya mereka jarang pulang. Dita, anak kedua, tinggal di kota yang sama dan masih sering berkunjung. Kunjungan anak-anak selalu membawa kebahagiaan. Gairah kehidupan memang milik manusia muda. Sayangnya waktu  kelewat cepat meminjamkan masa muda itu.

 Lelaki tua ini terlalu sering lupa. Lupa yang keterlaluan.

 “Tadi pagi makan apa ?”

“Tadi malam siapa yang datang ke sini ?”

 Ini pertanyaan yang membuatnya frustasi, karena ia benar-benar lupa. Tidak ada yang tersisa di otaknya atas kejadian yang baru terjadi.  

 Pria itu menatap istrinya dalam-dalam, ada banyak kata-kata di benaknya tidak mampu terucapkan. Entah mengapa semua berhenti di pangkal lidahnya. Demikian juga tangan dan kakinya kaku dan lemah. Ia masih bisa berjalan, tetapi tertatih dan lambat. Hilang semua kuasa nya atas lidah, tangan dan kakinya.  Oleh karenanya persaaannya sering galau dan kacau. Apa gunanya hidup begini. Ia tahu istrinya kerepotan mengurus dirinya. Mungkin mati lebih enak ? Tetapi apakah mati itu sakit ?

 Tiba-tiba dia lihat laki-laki berbadan gelap dan berwajah ketus itu lewat lagi sambil menunjuk dirinya.  Tadi pagi, saat dia baru duduk di bangkunya, lelaki lain yang bertampang ramah yang lewat. Mereka berjalan dari arah luar melewati ruang tamu, berjalan ke arah belakang.

 “Iiiitu ada orang.” Katanya susah payah kepada istrinya.

 Istrinya hanya menggeleng geleng kan kepala, lalu pergi keluar.

 “Saya tunggu sebentar lagi ya, kemasin semua barang yang ingin kaubawa. Waktumu tidak banyak” Lelaki berbadan gelap yang tiba-tiba berdiri didepannya. Ketus sekali.

 Lelaki tua itu menatap dengan sayu. Ia bertanya dalam hati, sambil menatap pria asing itu.

 “Memang kau akan ajak aku kemana, naik apa, dan berapa lama ? Aku sudah sulit berjalan. Lagipula aku harus ijin istriku. Dan kalau perginya lama, aku harus kasih tahu juga anak-anaku. “

Sebenarnya ada yang mengajak pergi adalah hal yang menyenangkan. Ia mulai bosan dengan hari-harinya yang hanya berisi kamar dan bangku saja. Tetapi meninggalkan rumah mendadak ? istri dan anaknya akan mencari-cari nanti. Paling tidak dia tidak mau membuat mereka cemas.

 “Kau tidak usah banyak bertanya. Nanti juga tahu.”

 “Beri dia waktu kawan”

orang asing yang lain, si wajah ramah, tiba-tiba datang.

“Kau masih mau disini ? Pemilik waktu yang meminta kami untuk menjemputmu.”

 Pemilik waktu ? Apakah waktuku sudah habis ? Dulu ia sudah mengambil masa mudaku begitu saja, ditukar dengan tubuh tua yang sakit-sakitan ini.

 “Bilang ke tuan mu. Disana aku harus melakukan apa ? Apa dia punya obat untuk menyembuhkan ku ?”

 Tiba-tiba HP diatas meja berdering. Dia berusaha mengambilnya. Susah sekali tangannya digerakan. Akhirnya dia bisa meraih, tetapi jarinya tidak bisa menyentuh dengan tepat tombol telepon berwarna hijau itu. Jari telunjuknya selalu bergetar. Dia nyaris putus asa. Dia ingin segera menceritakan hal mengenai tamu aneh ini ke anak-anaknya, sebelum dia lupa.

 “Ada yang telepon ya ?”  istrinya tiba dari pasar. Diambilnya HP dari tangan suaminya. Ternyata panggilan video call dari Dara.

 “Halo Bu, gimana kabar Bapak, sedang apa dia ?” Dara tersenyum di layar HP.

“Halo Dara. Ini Bapak sedang duduk. Sebentar,,”

 “Aku add call yang lain juga Bu”

 Istri  lelaki tua itu menyorongkan layar HP kehadapan suaminya.

 “Halo Bapak, apa kabar ?”  senyum Dani, Dita dan Dara menyapa.

“Haiiiii ! ”  kali ini kata ini terucapkan oleh si lelaki tua dengan senyum. Ia berusaha menikmati wajah anak-anaknya sepuasnya. Wajah masa mudanya. Sesekali tampak cucunya ikutan nimbrung.

 “Sedang apa Pak ? Sudah makan belum ?”

 Lelaki tua itu menatap istrinya, meminta bantuan untuk menjawab karena dia tidak yakin akan jawabannya.

 “Sudah tadi pagi. Tetapi lama sekali makannya. Itu juga tidak habis” istrinya yang menjawab.

 “Kemarin Dara ke dokter langganan Bapak. Dia berbaik hati untuk melayani konsultasi, tanpa Bapak harus hadir. Karena memang kondisinya sedang sulit saat ini. Menurut Dokter, obat Bapak dosisnya sudah saat nya dinaikkan.”

 “Oo, pantesan, belakangan Bapakmu semakin lemah. Hampir tidak kuat jalan. Juga berkali-kali ngomong nya ngaco.  Katanya dia melihat ada orang asing”

 “Lha, Dokter memang mengatakan bahwa, kemungkinan akan ada efek halusinasi dalam kondisi seperti ini Bu.  Ok, besok obatnya Dara tebus dan kirim ke sana ya. Harus diminum teratur Bu”

 Lelaki tua itu menatap istri, dan anaknya bergantian. Dia tidak tahu persis perasaannya. Sebentar-sebentar dia melirik pintu.  Utusan pemilik waktu masih berdiri disana. Kemudian si Ketus berjalan kearahnya.

 “Beri aku waktu sebentar. Aku masih mengobrol dengan anak-anakku, masa mudaku. Lagipula engkau belum menjawab pertanyaanku.”  Ujarnya dalam hati. Kedua orang asing ini bisa membaca suara hati-nya.

 “Pak, kenapa diam saja, apa laper ?” tanya Dara.

“Ituuuu. Adaa orang.” Lelaki tua itu menunjuk lemah kearah pintu.

“Siapa Pak, dimana?” tanya Dani

 Lelaki tua itu hanya menunjukkan tangannya ke arah pintu. Istrinya tidak melihat siapa pun disana.

 “Ya, begini ini Bapak mu beberapa hari ini, suka ngaco bicaranya.”

 Lelaki tua itu menatap lama ke arah pintu, ke arah kedua sosok itu.

“Kau belum menjawab pertanyaan ku. Disana aku harus melakukan apa, dan apa tuan mu bisa mengobatiku.”

 “Kau tak perlu obat, tidak ada penyakit yang mampu tinggal disana. Kau akan melewatkan waktu bersama tuan ku. Rencana berikutnya, tuanku yang akan menentukan. Jangan khawatir, beliau sangat bijaksana.”

 “Apakah aku masih bisa bertemu keluargaku?”

 “Kau masih bisa melihat mereka, tentu saja. Tetapi mereka hanya bisa melihatmu saat tidur.”

 “Baiklah, aku ikut.”

 Video call itu belum terakhir manakala istri dan anak-anak lelaki tua itu masih menunggu jawaban Bapaknya, yang menatap ke arah pintu, wajahnya tersenyum, tatapan matanya meredup. Dia tidak bergerak sama sekali.

  

In Memoriam - 12 Maret 21