Sabtu, 20 Juli 2019

Lari Pagi atau Sore, Mana Lebih Baik ?


Lari Pagi atau Sore, Mana Lebih Baik ?

Lari, aktivitas sudah dilakukan sejak jaman purba, saat ini semakin banyak digemari. Alasannya jelas : murah, mudah, tidak butuh tempat khusus, tidak butuh pasangan, menjaga berat badan ideal, meningkatkan metabolisme, memberi rasa senang, bisa kapanpun...dll, list ini akan bertambah panjang jika anda cari di mbah google.

Bisa dilakukan kapan pun, yakin ? well, pada dasarnya iya.. tapi kebanyakan orang, di Indonesia, melakukan di pagi atau sore. Dapat dipahami karena di siang hari (sekitar jam 9.00 sd 16.00an), sinar matahari nya sama sekali tidak bersahabat.  Kalau mau nekat juga bisa, tapi berlipat beratnya. Stamina terkuras lebih cepat. Menurut saya, lari di bawah terik siang, paling tidak 2x lebih berat dibanding waktu lainnya. Ini akan pengaruh ke jarak, kecepatan, detak jantung.  Efek lain nya, gosong.  Saya sendiri, kalau tidak kebelet banget, ogah !

Pagi atau Sore ?

Bagi yang bisa bangun pagi, konon katanya pagi lebih baik. Tapi saya tidak melihat alasan teknis, kecuali bahwa karena udara pagi masih bersih, setelah debu mengendap semalaman disiram embun. Dan tubuh masih segar karena baru bangun tidur.

Ditemani Kekasih Hati


Bersama Cahaya

Me - Titik


Tapi, bagi kebanyakan orang kantoran di Jakarta dan sekitarnya, mana punya kemewahan waktu di pagi hari buat lari ? Bagaimana dengan weekend ?  ya bisa, tapi kalau buat saya, bablas tidur lebih lama di weekend lebih menggoda.  Maka saya menjadi penganut aliran lari sore. Yang penting cari tempat yang bersih, tidak banyak debu, banyak pohon, sepi dari mobil. Melihat senja sembari berlari memberi sensasi yang menyenangkan. Warna merah matahari bulat di langit jingga, suara daun kering diinjak sepatu, nyanyian burung pulang kendang, dan bau kayu pohon cedar adalah hadiah sekaligus kekasih yang paling sempurna !

Minggu, 31 Maret 2019

Anak Kecilku yang Bukan Anak Kecil Lagi


(Pesan Cinta seorang Ayah)


Saya sedang belajar mengurangi mengontrol, menggurui atau  memarahimu, karena engkau bukan anak kecil yang dulu lagi. Suatu saat engkau akan menjadi nahkoda kapalmu, duniamu, jadilah nahkoda yang bijaksana. 

Jangan takut hal yang sulit,.  Pahami dan berkawanlah akrab dengannya. Maka ia akan menjadi mudah.

Jika di perjalanan nanti, ada hal sulit sebesar gunung. Jangan gentar, tetaplah bertahan. Waktu akan menyelesaikannya untukmu. Kamu hanya butuh keteguhan batu karang dan kesabaran seluas samudera. Jagalah pikiran dan hati selalu terang benderang.


Kita - 2014

Jangan malas, seperti semut-semut  di meja belajar mu yang rajin mengusung remahan Oreo mu. Teruslah bergerak, seperti angin, yang menari nari di ketiak daun palem merah depan kamar tidurmu.  Jangan diam. Ingat waktu kita main sepeda didepan rumah, dia harus terus bergerak, agar tetap seimbang. 

Berkawanlah yang banyak, agar kau bisa berjalan jauh. Tapi ingat, engkau nahkoda hidup mu. 

Bukan kawanmu.  

Tetaplah belajar. Baca, dengar, amati, pahami. Pelihara pikiran mu tetap terang.  Walaupun begitu,  be humble, be alert. 

Makan lah makanan yang sehat, bukan yang enak. Biasanya sehat dan enak tidak berteman. Yang sehat itu buatan alam. Bukan pabrik. 

Jaga kondisi fisik mu,  karena ia akan menemanimu sampai akhir. Bukan orang lain.

Rasanya papa belum berhasil  berhenti menggurui mu. Bukan karena lebih pintar, tapi karena sudah hidup lebih lama.  Suatu saat, gantian kamu yang akan mengajari Papa. Papa tunggu saat itu. 

Love You !

Sabtu, 09 Maret 2019

Jakarta Chinatown

2019 Chinese New Year Atmophere in Jakarta
Jakarta China Town

                                                                             
Monday, Feb 4th 2019, one day before public holiday of Chinese Lunar New Year. I was tempted to take one day off.

I went from Bekasi to Jakarta's China Town, in Glodok and Pancoran area, accompanied by umbrella, mirrorless camera, and deep feeling of longing to Chinese New Year atmosphere.
Map of Jakarata China Town - Glodok Pancoran




Commuterline train brought me from Bekasi to  Kota Train Station  (Beos) , continue by walking 1.2km to reach the Old China Town.  Heaven bless me with good weather. The cloud shading me from the Sun. Without rain. And, these pictures will tell you thousand words !


Street Vendor, Occupied most of sideway of the small street. During Chinese New Year Session, it dominated by red color, symbol of good fortune.

Flower's Seller in "Pasar Baru" Pancoran Glodog China Town


A Life Frog Seller in "Pasar Baru" Pancoran Glodok China Town 
People Pray for Good Fortune - Jin De Yuan Temple



Imperial Guardian Lion to Protect the Building from Harmful Energy - Jin De Yuan Temple
-

chinatown
Small Temple in front of  a Small Isle in Chinatown

Catholic Church - Santa Maria de Fatima - Chinatown

Catholi Church Santa Maria de Fatima Main Gate

Small Temple in front of  Small Isle - Chinatown

Praying to Gods - Jin De Yuan Temple

Praying - Jin De Yuan Temple

Altar & Gods  - Jin De Yuan Temple

Crowd in the Forecort - Jin De Yuan Temple

Row of Giant Candles - Jin De Yuan Temple

18 Arhats LuoHan - Jin De Yuan

18 Arhats Luohan - Jin De Yuan Temple

I end the adventure in Jakarta Chinatown,  by having lunch with my brother, Gan (thanks for coming), and the most  delicious Suekiaw & China Soap Noodle in Pancoran Chinatown Point is the menu. What a great day.