Surat Terbuka Kepada Jasa
Marga
2 Januari 2020
#keluhanjasamarga #jasamarga #YLKI
Saya adalah pengguna setia jalan tol di Jabodetabek. Setia bukan karena cinta sejati, melainkan karena tidak ada opsi tol
lain. Namun, sudah terlalu lama saya dikecewakan, terutama ruas
Cikampek, ruas ini yang rutin saya lewati. Kejadian tidak enak terakhir
adalah kemarin, tgl 1 Jan 2020, saat tahun baru. Saya dari arah Jateng (Jogja) tujuan
akhir Bekasi Barat, membutuhkan total 16jam dimana 6.5jam nya dari Cikarang
sampai Bekasi Barat, 24Km saja jaraknya.
Cerita horor dimulai saat Cikampek, mulai km 64 tersendat,
tetapi ini dikarenakan antrian ke dan setelah rest area. Ok, saya faham.
Sampai di KM34 (setelah Deltamas) pukul 19.00 stuck tidak bergerak, pukul 21.00 sampai di di Cikarang Barat, ternyata semua kendaraan dialihkan
keluar. Dua jam untuk jarak 2km! Jalan
kaki santai saja hanya perlu kurang dari
30 menit. Saya tahu DKI dan sekitarnya
banjir besar, tetapi tidak ada informasi gerbang mana yang ditutup agar saya
bisa tentukan opsi lain. Menelepon 14080, puluhan kali, hanya dijawab “customer
service kami sedang melayani customer lain” atau hanya bunyi tut tut tut, dan
call forwarding. Juga tidak ada press
release dari JM, di media on line. Saya
cek di Detik,, Kompas, dan search di google dengan kata kunci tol Cikampek,
Nihil. Press release di Detik baru saya
lihat di hari berikutnya, tanggal 2 Jan pagi. Di era Industri 4.0 seperti
sekarang, ini adalah “too late”
Setelah keluar Cikarang Barat, pukul 21.00, drama masih berlanjut. Mencoba opsi jalan
menyusur kalimalang, stuck. Opsi lain menggunakan jalur lama Cikarang - Bekasi. Di dekat tertigaan Jababeka kearah
utara sudah berhenti, terjebak lagi. Saya putuskan untuk putar balik,
U turn nya sejauh 800meter baru berhasil di pukul 23.30 !! 2.5jam dari keluar tol
Cikarang Barat untuk berputar lagi, di situ situ saja. Selama itu berusaha
menghubungi 14080, masih tidak berhasil.
Sempat memutuskan untuk menginap di hotel, tetapi telepon ke
beberapa saudara dan relasi, mereka sampaikan hotel di Bekasi dan Cikarang penuh
semua,karena banyak korban mengungsi.
Berdasarkan google map, opsi lain adalah lewat jalan alternative
ke arah Jonggol, Taman Buah Mekarsari, Narogong dan Bekasi, total jarak sekitar
50km. Kami pilih opsi tersebut dan akhirnya sampai di rumah pukul 1.30 pagi.
Saya beruntung membawa mobil pribadi dan ada Pak Sopir,
meskipun tetap saja tidak nyaman, karena beberapa kali anak saya minta ke
toilet ditengah kemacetan, + capai.
Bagaimana penderitaan Penumpang kendaraan umum, Bus, Travel, yg terjebak
? Bagaimana dengan orang tua dan anak anak dalam kendaraan tersebut ? Pasti
sangat menderita. Mereka adalah “silent victim”. Saya menulis ini untuk mereka. Sambil menunggu YLKI bersuara juga.
Adalah fakta bahwa ada banjir besar, tetapi JM tidak
membagikan informasi detail terkait, bagian mana ruas yang terendam, demikian
juga kenapa Cikarang Barat yang ditutup. Lebih spesifik, komplain saya ke JM dalam
kasus ini adalah :
(1) Kenapa tidak ada on time press release di media
online, dan atau menerjunkan petugas sejak Karawang Timur, Karawang Barat, Rest
Area, untuk menginformasikan bahwa Cikarang Barat ditutup. Sehingga pelanggan bisa antisipasi, misal : lewat Elevated Toll, meskipun kemungkinan
macet juga, atau menginap. Apakah para petugas JM sedang liburan? Saya usul agar FB, atau, Instagram, atau website khusus yang berisi update seluruh ruas, real time. Saya tahu ada Instagram JM, tetapi isinya hanya seremonial peresmian ini dan itu, dan berita-berita positif saja.
(2)
Kenapa call Center 14080, lebih sering tidak
dapat dihubungi ? Jika ada kejelasan, paling tidak tingkat stress pengguna
dapat ditekan, karena mengetahui kejadian yang ada dan bisa mencari opsi lain.
Kasus diatas hanyalah trigger saya menulis surat ini. Sekali
lagi, bencana alam banjir di Jabodetabek, adalah fakta, tetapi respon JM sama
sekali tidak menunjukkan “sense of crisis” dan tidak berdiri di sisi pelanggan.
Kita semua tahu bahwa 1 Januari adalah puncak mudik libur akhir tahun.
Ketidak-puasan sebelumnya sudah banyak. Intinya pelayanan
tidak sesuai dengan pendapatan dari ticket toll yang dibayarkan. Kemacetan masih terjadi setiap hari, hampir di
seluruh ruas. Jika memang selalu macet dan tidak dapat diatasi, gratiskan
beberapa ruas yang sudah balik modal. Atau berikan penurunan harga. Ini sebagai
kompensasi /goodwill perusahaan.
Saat
ini yang rutin dilakukan JM adalah menaikkan tarif tol. Saya tidak tahu alasannya, biaya operasional yang tinggi mungkin. Saya tidak tahu sudah seberapa efisien JM mengelola keuangan, bagaimana mengontrol "operational expense", bagaimana mengontrol "capital expense", dan "purchasing process". Yang pasti saya banyak melihat investasi yang tidak dipakai / tidak tepat sasaran juga seperti : text display dimana mana, tanpa berisi value added information.
Saya tidak tahu, kemana management JM bertanggung jawab,
yang mana institusi tersebut yang harus menegur / mengontrol. Faktanya, dari kami, para pelanggan lah JM mendapatkan dana untuk membiayai semua operasional JM, yang artinya pelanggan lah yang harus menjadi fokus.
Saat ini pendapatan dari ticket toll yang
sedemikan tinggi, masih belum diimbangi dengan level pelayanan yang sesuai. Sebagai pelanggan, saya kecewa.